Polygamy Atawa Polyginy: Perlukah?
Sunday, December 24, 2006
Susah juga jadi perempuan.Perempuan harus sempurna. Kurang sedikit saja, suami akan lari ke pelukan perempuan lainnya.
Perempuan haruslah tampil menarik. Bau wangi sembari masih harus melayani anak-anak dan suami. Sedikit jorok karena bau ompol anak sendiri, suami bisa punya alasan untuk kawin lagi.Kalau mau menjanda, perempuan haruslah cantik.
Kalau terlihat tua dan jelek, mana mungkin ada orang yang mau menjadikan isteri.
Perempuan haruslah menjaga omongan dan sikap. kalau berbeda pendapat dan suami tidak sreg akan terjadilah pertengkaran. Saat-saat begini, suami sah-sah saja untuk mencari dada perempuan lain untuk menumpahkan keluh kesahnya dengan alasan isterinya durhaka tak karuan.
Perempuan haruslah bisa punya keturunan. Ada masalah dengan sistem reproduksi tubuh sedikit saja, haruslah siap diduakan dengan alasan meneruskan keturunan.
Perempuan haruslah sehat. Kalau sakit-sakitan, sah-sah saja suami membagi cinta dengan perempuan lain yang sehat dan bugar.
Perempuan harus bisa diajak keliling keman-mana. Nyambung dengan pemikiran suaminya. kalau tidak, adalah hak suami untuk mencari orang yang setara dalam bertukar pikiran.
Ketika sudah mulai mantap kehidupan ekonominya, Perempuan juga harus rela berbagi suami dengan alasan jumlah perempuan jauh lebih banyak dari jumlah laki-laki. Satistik jaman mana yang dipakai? Berbagi suami dengan perempuan tua, banyak anak, tak menarik secara fisik dan miskin saja, memerlukan kebesaran hati. Apalagi dengan perempuan yang lebih cantik? Mana mungkin bisa tahan untuk tak terisak-isak, meski secara sembunyi-sembunti dibalik punggung suami.
Perempuan dihadapkan dua pilihan oleh suami, "elu mau gue selingkuh atau gua menikah lagi secara resmi?"
Kalau aku, akan memilih bercerai saja.Na'udzubillah min dzalik*
Tetapi anehnya, masih saja digugat. Dibilang tidak taat dan tidak sholikhat. Padahal cerai dan poligami jelas merupakan solusi terburuk. Lantas, kenapa kalau lelaki berpoligami dianggap terhormat. sedang perempuan yang mintai cerai karena suami poligami dianggap keparat, tidak sholikhat dan dilaknat bahkan dihujat?
Ah!
Seandainya para lelaki didunia bisa berpikir secara jernih. Tentulah semuanya akan berjalan Indah.
Jatuh cinta memang manusiawi. Tak hanya milik lelaki. lelaki yang sudah menikah, bisa saja jatuh cinta lagi. Demikian juga dengan perempuan. Tak ada bedanya.
Cuman, bukankah kita dianugrahi akal untuk berpikir bekali-kali. Dan agama untuk mengontrol nafsu birahi?
Ketika perempuan tampil amburadul, bukankah keamburadulannya karena mengurus rumah tangga dan anak-anak buah dari cinta?Ketika perempuan tak bisa tampil menarik, cobalah introspeksi. Apa uang belanja menipis sehingga isteri tak bisa membeli alat-alat untuk mempercantik diri? Atau tidak punya waktu karena waktunya habis buat mengurus keluarga?
Alangkah senangnya perempuan kalau suami mau bantu agar tampil sesuai dengan harapan Bukan lari ke perempuan lainnya.
Ketika isteri sakit-sakitan,pandangi wajah tirusnya. Semasa isteri sehat, betapa keringatnya habis diperas hanya untuk berbakti kepada keluarga. Matanya yang sekarang cekung itu dulu yang terjaga dan berusaha menahan sejuta kantuk yang menyerang ketika harus begadang menjaga anak-anak dan suami ketika sakit.
Alangkah senangnya kalau lelaki mau mendampingi hingga akhir hayat nanti. Bukanya lari ke ketiak perempuan sehat lainnya dengan alasan agar ada yang merawat kebutuhan suami. Terus kapankah saatnya para suami merawat isteri? Aataukah yang wajib dirawat hanya suami saja seorang?
badan sakit. percaya diri berkurang. Masihkah harus disiksa perasaannya?
Ketika isteri divonis susah punya keturunan. Kenapa tidak bersama-sama berusaha untuk mengobati diri. Mengangkat anak yatim dan memprlakukannya sebagai anak sendiri serta mendidiknya menjadi manusia yang berguna tentu akan lebih menuai pahala daripada kawin lagi. Kalau yang tak berfungsi ada pada pihak laki-laki, bukankah suami tak mau isterinya kawin lagi?
Ketika harta sudah berlimpah. keinginan untuk menambah isteripun sering menggoda. Alangkah baiknya, jika keinginan itu datang, pandangi wajah isteri yang mendampingi anda dimasa-masa susah. Bahkan kalung dan cincinya rela dijual demi sesuap nasi untuk seluruh keluarga yang tinggal di rumah kontrakan yang nyaris habis masa tinggalnya.Wajahnya selalu tersenyum walau suami hanya membawa sedikit uang.
Wajahnya sudah keriput karena dimakan usia dan kerut-kerut didahinya terus bertambah akibat Pikirannya terus diolah agar dapur bisa tetap ngebul walau dengan dana terbatas.
Telapak tangannya tak lagi lembut karena harus mencuci baju dan mengolah masakan setiap hari.
Perutnya sudah melebar penuh dengan kerut marut dimana-mana akibat mengandung anak-anak.
Ketika semuanya berlalu dan ekonomi mapan, adilkah kalau air matanya masih saja diperas dengan memperisteri perempuan lain dengan alasan sosial keagamaan?
Ketika sedang ada masalah dengan isteri, lelaki akan lari ke pelukan perempuan lain. Tetapi ketika dikejar-kejar wartawan, justru para isterilah yang membela para suaminya. Suami berlindung di ketiak isteri. Lihatlah pembelaan Sharmila di Indonesia sampai Hillary Clinton di Amerika.
Pikir-pikirlah sebelum melangkah. Sebab isteri bisa menjadi pahlawan bagi kaum suami dikemudian hari.Tegakah untuk menyakitinya?Aku tak mau membayangkan sejauh itu. Agamaku tak seburuk itu.
Aku tak menentang poligami karena ayat-ayatnya sudah jelas. Tapi bisa jadi interpretasi kita terhadap suatu ayat berbeda. lelaki sering mempergunakan interpretasinya untuk membujuk isterinya agar bisa sholikhah dimata Tuhan dengan kesediaan untuk dimadu dengan menggunakan surat Annisa ayat 3. Hukum Tuhan pasti membawa kebaikan, kata mereka tanpa ada pembahasan kontekstual sebuah ayat.
Aku, perempuan, seorang isteri dan seorang ibu, pun, bisa memberikan interpretasi agar suami hati-hati dalam urusan berbagi hati dengan berpedoman pada surah annisa ayat 1,2 ,3 dan 129. Dan ayat 129 jelas-jelas Tuhan meragukan kemampuan manusia untuk berbuat adil.
Setahuku Islam itu indah dan tak akan menyakiti hati perempuan. Dan ayat-ayat itu, kalau dijabarkan secara kontekstual adalah perlindungan terhadap janda-janda akibat perang uhud dan juga perlindungan terhadap anak-anak yatim yang saat itu marak terhadap penyerobotan harta oleh walinya sendiri. Dan ayat ayat itu juga merupakan pembatasan terhadap poligami menjadi hanya empat istri karena adanya praktek poligami tanpa batas yang ada pada waktu itu.
Jadi, konteks surah anissa ini adalah justru memberi keadilan kepada perempuan bukan untuk menyakiti.
Parahnya, para lelaki melakukan pembenaran berdasarkan ajaran Tuhan. Dan ini bisa jadi diikuti banyak orang, dengan alasan si kalau si A yang melakukan, pastilah ada hikmahnya. Kenapa tak bilang saja, "mamah, aku nikah lagi karena aku jatuh cinta lagi?"
Kalau jaman sekarang, mengawini janda cantik yang dianggap sebagai kaum yang rentan karena kesusahan ekonomi sih, menurutku tetap menyakiti isteri pertama.
Kenapa?
bukankah membantu tak harus dinikahi? Empowerment terhadap perempuan dengan mengadakan pelatihan agar bisa mandiri dan beasiswa terhadap anak-anak mereka justru akan sangat bermanfaat tanpa harus mengorbankan perasaan istri dan anak-anak sendiri.
Hukum Tuhan pasti akan membawa maslahah. Dan sesuatu yang banyak membawa keburukan ya tinggalkan.
oleh karenanya, hormati pendapatku juga. bagimu pendapatmu. bagiku pendapatku. Bukankah begitu?
Lagian, disini saya tak bicara dengan menggunakan frame agama. Saya hanya mengajak kita semua kembali berbicara dengan lebih mengutamakan hati nurani daripada cinta yang bersifat manusiawi yang dibungkus dengan berbagai alasan.
Tetapi kadang-kadang lelaki lebih sering menganggap dirinya lebih paham tentang perasaan perempuan dari perempuan itu sendiri.
Dan kepada perempuan yang "semangat" ketika didekati atau mendekati suami orang baik dalam konteks selingkuh maupun nikah resmi, sebaiknya berpikir seribu kali dan mencoba menempatkan diri sendiri kalau berada di posisi isteri pertama untuk mengukur kadar keegoisan diri.
Sedang Tuhanpun tidak mungkin egois. Mana mungkin Tuhan menginginkan para lelaki berbakti dan cinta kepadaNYA dengan mengorbankan dan menyakiti perasaan perempuan.
Mana mungkin juga para perempuan isteri kedua, ketiga, keempat menikah atas nama Tuhan dengan menyakiti perempuan lainya. Kecuali, kalau isteri pertama dan anak-anaknya benar-benar rela untuk berbagi.
Sepanjang hidupku, aku belum pernah melihat itu. Yang ada isteri ihlas menurut pandangan suami.
Beberapa media memang menggembar-gemborkan tentang keihlasan isteri pertama ini. Walau dikemudian hari sering diketahui isteri yang sempat tepar di rumah sakit begitu mendengar suaminya menikah lagi yang ternyata nikahnya tanpa dihadiri isteri pertamanya. Seorang anak yang tiba-tiba menangis sesenggukan ketika ayahnya sedang ijab kabul mempersunting isteri keduanya yang cantik jelita. Padahal jauh hari sebelumnya para suami mengatakan isteri pertama dan anak-anaknya telah "ihlas".
Tapi, isteri adalah pahlawan. beberapa hari berikutnya telah siap di hadapan wartawan, membela suaminya. Walau dengan suara serak yang tak bisa menutupi kegetiran hatinya.
Wallohu a'lam bishowab.
Mari kita bertanya kepada hati nurani kita sendiri.
petikan dari : weblog Labibah Zain - pengkarya Indonesia di Montreal
http://serambirumahkita.blogspot.com/