saya baru terbaca luahan keikhlasan hati seorang ayah yang menjadi ibu sepanjang tempoh bercuti dari tugas pejabat. Sambil melayari saya tersenyum sendiri membaca karenahnya.
Yah! Menjadi seorang ibu sesuatu yang nikmatnya tidak dapat diperkatasimpulkan dengan bahasa apa pun. Saya sendiri sejak tinggal di rumah sendiri tugas sebagai ibu tambah mencabar ditambah ketiadaan suami yang selalu berpergian. Saya menjadi Charlie Chaplin. Berkejar ke sana ke mari - seperti masa begitu menuntut diri berbuat begitu tanpa memikir lelah sehinggalah lewat malam malahan tidak sempat bermimpi.
Seusai tugas di pejabat, sekembali ke rumah jam hampir 6.30 petang, saya melayani karenah anak2. Manja abang mengalahkan adiknya. Kedua-duanya saya pangkukan di kedua-dua belah paha atau dukungkan dengan kedua-dua belah tangan. Hilang segala penat.
Saya menumpang anak-anak di rumah emak. Sebelum malam semakin larut saya bergegas mencuci pakaian kotor dan menyiapkan diri dan anak-anak sebelum bermalam di rumah sendiri. Di rumah saya tidak terus duduk diam. Ada-ada saja kerja yang belum pernah selesai yang harus saya selesaikan malam itu jua.
Malam-malam di rumah baru, naluri ibu saya begitu tercabar. Muhammad Adib Nifail si kecil, matanya melingas-lingas seperti memandang sesuatu bila malam semakin larut. Jam 12, jam 2, jam 4 pagi dia akan tersedar dari jaganya. Saya jadi tak keruan melayan dan cuba mengobatinya alias mengurangi kerisauannya. Hanya ayat-ayat suci Allah yang bermain di bibir sebagai senjata paling mujarab menenangkan anakanda ini. Akhirnya dia terlena juga hingga ke pagi dan ini membuatkan saya selalu saja terlajak tidur dan bergegas-gegas ke pejabat sehingga kadang-kadang terlewat sampai.
Apapun, tugas sebagai ibu bagi sang lelaki alias ayah memang memenatkan tapi bagi saya seorang ibu saya menanggapinya sebagai satu anugerah dan nikmat yang tiada tolok bandingnya di dunia ini.
*sebuah catatan peribadi armizanila*
Semariang Batu
170206
Pemikiran Telus
15 years ago