Sumpahan apakah yang tertumpah di mahligai-nya. Saat dia mengulum segala kebobrokan dalam tenggoraknya dari pecah keluar melalui salur halkumnya. Biar bergelumang kekotoran itu berbaur dalam isi perutnya. Biar pecah perutnya dek menahan segala jijik dari nyata.
Dura apakah ini yang menggelongsor enak di dada kamus hidupnya?
Saat air mengalir dan pergi surut pasang semahunya, terdayakah dirinya menahan ombak
yang datang tanpa diduga itu.
Kini, menghempas pantai hatinya yang semakin remuk oleh rebak hanyut yang tiada sifat ihsannya.
Berlalu ia pergi, datang dan pergi semahunya.
Tanpa menoleh cahaya yang mahu menyelinap di kegelapan ruang cakerawala.
Tuhan, bukakan jalan.
Mencongak, menafsir, meyakinkan diri.
Mencorak masa depan dengan lebih akal dari nafsu.
Tuhan, bisakah pohon tempat tumpangan menahan segala kejelikan yang bersarang di sekeliling.
Redha - sudah jadi teman sepermainan tatkala menerima kehadiran yang menjadi sumpahan.
Entahkan sampai bumi hapus dari atmosfera - mohon simpati-Mu mohon empati-Mu, berilah dia walau secarik peluang.
Menghirup Maha Kasih-Mu, menikmat Maha Ampun-Mu, Mengongsi Maha Penyabar-Mu.
Armiza Nila
Gubuk Lembayung Senja
23 Januari 2008
Pemikiran Telus
15 years ago